Selasa, 11 April 2017
Home »
» Allah masih menjagaku dari kesucian cinta
Allah masih menjagaku dari kesucian cinta
Saya barusan pulang kerja, saat kudapati ayah serta ibu tengah terlibat perbincangan mengenai pernikahanku dengan anak seseorang rentenir. Ayah serta ibu sesungguhnya juga tidak inginkan pernikahan itu. Namun kondisi bikin saya juga orang tuaku tidak berkutik. Ya, pernikahan itu diiringi ancaman apabila saya atau keluargaku menampiknya, bakal ada yang dilukai, termasuk juga keluarga calon suamiku.
Ya, sesungguhnya statusku waktu itu telah dilamar orang. Seseorang lelaki yang kukenal shalih serta rajin melaksanakan ibadah, pandai juga seseorang sarjana yang telah mapan. Serta yang tentu, kami sama-sama cinta. Kami telah berjumpa tiga kali sepanjang sistem ta’aruf hingga khitbah. Namun kondisi bikin saya serta keluarga mundur, dengan argumen hindari mudharat yang semakin besar. Awalannya berhari-hari saya menangis menampik serta menginginkan pergi dari tempat tinggal. Alhamdulillah, akal sehatku masihlah memikirkan waras. Apabila saya pergi, permasalahan bakal semakin runyam serta memperkeruh permasalahan. Pada akhirnya sesudah istikharah, saya pilih hadapi semuanya. Mengalir ikuti alur takdir.
Bila saja anak serta keluarga itu tak meneror keselamatan kami saya pasti bakal bias menampiknya dengan gampang. Bagaimana saya dapat menikah dengan lelaki kasar, pemabuk, penjudi, pemakan riba dengan badan penuh gambar tato? Sungguh saya tidak pernah mengimpikannya. Namun fakta itu betul-betul mesti kuhadapi. Walau dengan semua keterpaksaan. Saya tidak ingin beberapa orang yang kusayangi mesti disakiti serta menanggung derita lantaran penolakanku.
Untungnya keluarga calon suamiku dapat arif menanggapi permasalahan ini. Walau awal mulanya terperanjat serta kecewa, keluarga serta calon suami dapat tahu bahkan juga jatuh iba padaku. Sungguh semuanya merasa jadi beban mental yang berat untukku, untuk keluargaku juga untuk keluarga calon suamiku. Namun kami tidak dapat berbuat apa-apa. Ancaman dari anak rentenir itu sangat berisiko.
Kebanyakan orang mengetahui bagaimana sepak terjang keluarga rentenir juga anaknya. Bikin onar serta keributan yaitu hal wajar yang jadi panorama keseharian ditempat kami tinggal. Mereka serta tukang tagihnya tidak segan mengobrak-abrik tempat tinggal atau bahkan juga memukul serta menyakiti waktu menagih hutang. Perilakunya sadis serta nekad tanpa ada rasa takut. Penjara tidak bikin kapok.
Hari H yang makin dekat bikin kegelisahanku mencapai puncak. Saya kerap menangis. Ibu serta ayah juga sekian. Mereka tahu apa yang saya rasakan. Namun, yach…, kami tidak dapat berkutik.
Seperti, apabila ia mendadak datang dalam kondisi mabuk berat ke tempat tinggal. Hal semacam itu berlangsung berkali-kali. Kami sekeluarga demikian tidak suka serta risih dengan kemunculannya. Mulutnya mengoceh tidak karuan. Bahkan juga seringkali ia mabuk sembari mengacungkan senjata tajam menantang kebanyakan orang yang berani menentang serta menghambat pernikahannya denganku.
Siang malam tidak henti saya memohon pada Allah, supaya melepas saya serta keluargaku dari himpitan persoalan ini. Doaku terjawab. Tak tahu mesti kasihan atau mesti senang waktu kami mendengar pemuda begajulan ini meregang nyawa, sesudah menenggak minuman oplosan. Motornya menabrak pal di pinggir jalan. Rekannya tewas ditempat. Sesudah dua hari di ICU, ia pada akhirnya tidak tertolong…
Dalam hati saya bersukur pada Allah, sudah terlepas dari satu permasalahan. Namun permasalahan lain menantiku. Saya teringat kembali dengan gagasan pernikahanku dengan pria pertama. Saya memanglah mengharapkan masihlah dapat meneruskan khitbah itu ke tahap pernikahan. Mungkinkah? Sesaat dahulu saya serta keluarga yang mengakhiri lantaran argumen diatas. Saya serta keluarga cuma pasrah pada Allah atas semuanya yang menerpa kami.
Subhanallah, nyatanya pria pertama serta keluarganya miliki fikiran yang sama denganku. Sesudah menanti situasi mereda, ada utusan dari keluarga pria yang menginginkan jalinan yang sudah kami rajut berlanjut. Sesudah berembug, kami mengambil kata setuju untuk selekasnya menikah.
Walhamdulillah, mimpi ke pelaminan pada akhirnya dapat kami mewujudkan, sesudah kami lewati bebrapa saat susah. Saat ini tiga momongan yang lucu sudah ada menghiasi hari-hari kami. Mudah-mudahan keluarga yang kami bangun senantiasa berhias sakinah, mawadah, warahmah. Amin.
(Majalah Sakinah Vol. 11, No. 1/Jumadil Awal – Jumadil Akhir 1433)
0 komentar:
Posting Komentar