Senin, 17 April 2017

Part 6. Pertama kalinya bertemu sang wali

Sebelum nya kita sudah menyimak kisah tentang Part 5. Urat malu ku putus di tukang bubur. Bagi yang belum menyimak silahkan membaca terlebih dahulu agar bisa mengikuti alur ceritanya.

Pada saat pertemuan di taaruf kedua sebenernya sang ikhwan menyampaikan belum berani bertemu dengan sang wali (abi nya akhwat) sebelum mendapatkan pekerjaan tetap, entah kenapa saat itu feeling sang ikhwan sangat tidak enak jika mesti bertemu beliau sebelum mempunyai kerja yang tetap.

Sang ikhwan sebenernya sangat ingin meminta waktu kepada keluarga akhwat hingga beberapa minggu kedepan atau setidaknya pada saat bulan ke-3 setelah resign kantor agar sang ikhwan bisa fokus mencari pekerjaan tetap hingga akhirnya sudah mantap jika harus bertemu dengan sang wali.

Tetapi saat itu sang akhwat meyakinkan sang ikhwan bahwa abinya ingin ketemu saja untuk perkenalan, tidak mengapa untuk masalah pekerjaan. Mendengar itu, sang ikhwan menjadi lebih tenang, dan akhirnya ia mau bertemu dengan sang wali walaupun kondisi nya belum memiliki pekerjaan tetap.

Percakapan pada taaruf kedua ini terjadi ketika pertengahan bulan ke-2 setelah sang ikhwan resign kantor, sedangkan sang ikhwan berdoa kepada Allah mohon mendapatkan pekerjaan saat bulan ke-3 sang ikhwan resign kantor. Bisa dibilang sejak taaruf kedua, ada selang waktu sekitar 2 mingguan apakah doa sang ikhwan di ijabah oleh Allah atau tidak.

Pada akhir bulan ke-2 resign kantor, sang ikhwan mendapatkan whatsapp dari ust S.

“akhi, besok malam abinya akhwat ingin ketemu antum” ujar ust S

“oke stadz, siap Insya Allah” jawab sang ikhwan dengan penuh kemantapan

 “berdua sama antum kan stadz kesananya ?” Tanya sang ikhwan lagi kepada ust S, karena sesungguhnya ia belum memiliki mental yang cukup jika harus bertemu sendiri dengan sang wali

“iya, kita bareng berangkat ba’da isya di Mesjid B, sekalian jamaah disana aja ya” jawab ust S

“siap stadz” ujar sang ikhwan

Hingga akhirnya hari yang menegangkan bagi sang ikhwan itu pun tiba.
Selesai salat isya berjamaan di masjid B, sang ikhwan dan ust S berboncengan menuju rumah sang akhwat. Sepanjang perjalanan ust S meyakinkan sang ikhwan untuk senantiasa ridho apapun keputusan sang wali baik melanjutkan proses ini ataupun mengakhirnya.

Tak terasa akhirnya motor mereka sampai di depan rumah sang akhwat. Tapi ternyata sang wali belum pulang kerja.

Hingga akhirnya selang sekitar 20 menit, ada seseorang yang mengendarai motor dan berhenti persis di depan rumah sang akhwat.

Ya, dialah sang wali. Sang ikhwan langsung bersalaman dengan beliau dengan hati yang cukup tegang.



Beberapa saat kemudian, kami dipersilahkan masuk oleh beliau. Disaat yang bersamaan ketika sang ikhwan ingin masuk ke ruang tamu, tiba-tiba ada motor yang tiba di rumah sang akhwat.

Siapakah dia ?
Ya dialah sang akhwat yang saat itu sedang sang ikhwan perjuangkan proses nya. Pertemuan tidak sengaja yang sesaat ini ialah pertemuan ketiga antara sang ikhwan dan sang akhwat, sebelumnya mereka hanya bertemu saat di taaruf pertama dan taaruf kedua saja.

Akhirnya sang ikhwan dan ust S duduk di ruang tamu. Mereka disuguhkan beberapa makanan yang jumlahnya cukup banyak oleh keluarga sang akhwat. Beberapa saat kemudian pembicaraan pun dimulai. Suasana pembicaraan sebenarnya tidak terlalu menegangkan, karena sepanjang pembicaraan lebih banyak nostalgia dakwah antara ust S dan sang wali. Mereka berdua ternyata dulunya pernah 1 ‘lingkaran dakwah’.

Malam itu sang ikhwan semakin kagum dan hormat kepada sang wali, karena ternyata beliau, ust S, dan ust P merupakan kader tarbiyah awal yang berdakwah di lingkungannya.
“Mungkin jika tanpa mereka, saya tidak bisa merasakan indahnya dakwah tarbiyah hingga saat ini” ujar sang ikhwan dalam hati

Diantara obrolan nostalgia mereka, hanya ada 2 pertanyaan singkat yang abi sang akhwat tanyakan kepada sang ikhwan.
Apa kegiatan antum sehari-hari ?
Apakah orang tua masih bekerja ? bekerja dimana ?

2 pertanyaan yang simpel, tapi akan sangat menentukan kelanjutan proses sang ikhwan dan sang akhwat. Sesaat sebelum sang ikhwan berkunjung ke sang wali, ia meminta restu dulu kepada orang tuanya agar dimudahkan proses bertemu beliau. Hingga akhirnya orang tua memberikan 2 wejangan kepada sang ikhwan, yaitu yang pertama ceritakan jujur apa adanya apapun yang nanti ditanyakan jangan sekali-kali dilebih-lebihkan dan yang kedua, percaya jodoh itu ditangan Allah, ikhlas kan apapun keputusan-Nya.

2 wejangan inilah yang menjadi pegangan sang ikhwan dalam menjawab pertanyaan dari abi sang akhwat. Alhamdulillah ikhwan menjawab apa adanya pertanyaan dari beliau, sama sekali tidak ada yang dilebih-lebihkan Insya Allah.

Pembicaraan di rumah sang akhwat ini diakhiri dengan closing statement dari masing-masing. Closing statement pertama disampaikan oleh ust S, kemudian abi sang akhwat dan terakhir oleh sang ikhwan. Berbekal dari wejangan orang tua, akhirnya sang ikhwan mengatakan bahwa ia telah siap dengan segala keputusan dari abi sang akhwat.

“Sudah menjalani proses sampai sejauh ini saja, ana sudah sangat bersyukur kepada Allah. Banyak ibroh yang sudah Allah berikan ke ana selama proses ini. Insya Allah walaupun malam ini sudah langsung ada keputusannya, ana sudah siap dengan segala konsekuensinya” ujar sang ikhwan dengan penuh keyakinan.

Pertemuan malam itu ditutup dengan closing statement dari sang ikhwan.

Lalu sang ikhwan dan ust S pamit berboncengan untuk pulang. Sepanjang perjalanan pulang ust S berkata bahwa dari pertemuan itu, ia sangat yakin Insya Allah proses ini akan berlanjut ke tahap yang selanjutnya. Sang ikhwan hanya bisa senyam senyum sambil berkata ‘aamiin’ dalam hatinya. 

Setelah ini ialah cerita penentuan apakah sang ikhwan diterima atau tidak oleh sang wali. Bagaimana kah kisahnya ? silahkan ikuti cerita berikut
Part 7. Jawaban kejutan dari Allah

0 komentar:

Posting Komentar