Sebelum nya kita sudah menyimak kisah tentang Part 1. Luruskan Niat Hanya Kepada Allah dan Part 2. Keyakinan Penuh Akan Kuasa Allah. Bagi yang belum menyimak silahkan membaca terlebih dahulu agar alur cerita nya bisa saling mengikuti.
Sang ikhwan dan bang T janjian untuk ketemuan di rumah nya
pukul 21.30. Bang T bekerja sebagai karyawan di suatu perusahaan di karawang
yang jarak dari perusahaan dengan rumahnya lebih dari 70 km, tapi Masya Allah
ditengah keletihan yang ia rasakan selepas bekerja sampai pulang larut malam,
Ia masih sempat menyempatkan waktu membantu proses sang ikhwan (semoga Allah
SWT memberikan nikmat & pahala yang berlipat ganda kepada beliau dan keluarganya).
Jam sudah menunjukkan pukul 21.30, tapi belum ada kabar dari
bang T kapan sampai rumah. Sang ikhwan sudah mulai cemas.
Hingga akhirnya ketika pukul 22.32, ada whatsapp dari
beliau.
“ana sudah dirumah akhi, ana tunggu ya” kata bang T
“oke bang ane sudah deket” jawab sang ikhwan
Kebetulan jarak rumah sang ikhwan dengan bang T hanya
sekitar 10 menit dengan menggunakan motor.
Pukul 22.41 sang ikhwan sampai di depan rumah, dan langsung
dipersilahkan masuk oleh bang T.
Obrolan pertama langsung cair karna yang dibicarakan tentang
organisasi pengamanan dimana beliau merupakan coordinator nya dan sang ikhwan
sebagai ‘prajurit’ nya.
Hingga beberapa saat kemudian suasana menjadi cukup ‘tegang’
ketika membicarakan inti pokok tentang pertemuan ini, yaitu tentang proses
pernikahan.
Sungguh sang ikhwan kaget bukan main ternyata keluarga sang
akhwat semuanya telah menjadi hafidzoh. Ia merupakan anak ke-3 dari 4
bersaudara. Anak pertama menikah dengan bang T.
Bagai mimpi di siang bolong, bang T bercerita bahwa CV sang
ikhwan sudah dilihat oleh sang akhwat dan dia siap untuk ke proses selanjutnya.
Sang ikhwan sebenernya sama sekali tidak kepikiran memiliki
calon seorang hafidzoh dengan background syariah yang kuat karna ia sadar hanya
lulusan dari pendidikan umum. Tapi satelah dipikir-pikir lagi, sebenernya sang
ikhwan dulu waktu masuk pesantren quran saat di kampus umum sempat rutin berdoa
untuk mendapatkan jodoh yang hafidzoh. Tapi karena sang ikhwan sadar diri
dengan keadaannya yang hanya memiliki hafalan quran ala kadar nya, rasanya
‘tidak mungkin’ bisa mendapatkan jodoh seorang hafidzoh, hingga akhirnya doa
tersebut makin lama makin hilang bahkan sudah dilupakan oleh sang ikhwan.
Singkat cerita sang ikhwan pamit pulang dari rumah bang T
karena jam sudah menunjukkan hampir berganti hari, sambil ia membawa map coklat
pemberian bang T yang isinya ialah CV akhwat.
Aneh,
Sang ikhwan selama 2 hari tidak berani membuka CV akhwat
tersebut, entah apa alasannya seperti nya berat sekali untuk membuka nya. Seolah-olah
CV akhwat itu merupakan benda ‘keramat’ yang hanya bisa dibuka oleh orang yang
suci. Sang ikhwan merasa ia adalah sosok lelaki pendosa yang sedang Allah tutup
aib nya.
Apakah pantas saya dengan dengannya ? gumam hati sang ikhwan
Hingga akhirnya h+3 sang ikhwan memberanikan untuk membuka
CV tersebut. Satu kata yang terucap dari lidah sang ikhwan.
“Masya Allah, visi misi nya ko bisa sama begini” senyum sang
ikhwan.
Memang ini skenario Allah untuk sang ikhwan. Ketika beberapa
bulan yang lalu ia ingin segera menikah, Allah belum memberikan jodoh yang
sevisi dengannya. Tapi ketika ia ingin menunda pernikahan selang beberapa
bulan, justru Allah mengirimkan calon yang sevisi dengannya.
Manusia bisa
merencanakan, tapi Allah yang menentukan
Sang ikhwan kembali galau apakah akan terus melanjutkan
proses ini atau menundanya sampai 2 bulan lagi atau menghentikan proses ini.
Ada 2 hal yang memberatkan sang ikhwan, yang pertama kondisi saat itu sang
ikhwan belum memiliki pekerjaan dan yang kedua karena background sang akhwat
yang syariah, sang ikhwan takut tidak bisa ‘mengimbangi’ nya.
Akhirnya sang ikhwan melakukan salat istikhoroh. Ternyata
Allah tidak lama memberikan jawaban. Semakin sang ikhwan rutin melakukan salat
istikhoroh, Allah semakin meyakinkan hatinya.
Setelah mendapatkan keyakinan dari Allah, sang ikhwan dengan
mantap langsung mengirimkan whatsapp ke bang T.
“Bang, ga ada alesan yang bisa bikin ane nolak. Tapi ane
minder” kata sang ikhwan
“Semoga Allah mudahkan akhi, jika kita serahkan semua urusan
kepada-Nya” jawab bang T meyakinkan sang ikhwan.
Bang T ternyata
ketika proses dengan istrinya, mengalami hal yang sama dengan yang sang ikhwan
rasakan, yaitu perasaan minder. Tapi beliau tetep selalu memberikan dukungan
kepada sang ikhwan.
Selang sekitar 10 hari sejak percakapan tersebut, proses
selanjutnya ialah proses taaruf dengan bertemu dengan akhwat nya langsung di
rumah bang T.
Bagaimana kisah nya ?
Yuk kita simak kelanjutannya disini Part 4. Taaruf pertama yang menegangkan
0 komentar:
Posting Komentar