Kamis, 13 April 2017

Part 4. Taaruf pertama yang menegangkan

Sebelum nya kita sudah menyimak kisah tentang Part 1. Luruskan Niat Hanya Kepada AllahPart 2. Keyakinan Penuh Akan Kuasa Allah dan Part 3. Manusia Bisa Merencanakan, Tapi Allah yang Menentukan. Bagi yang belum menyimak silahkan membaca terlebih dahulu agar bisa mengikuti alur ceritanya.

Kesibukkan bang T yang mengharuskannya pulang kerja hingga larut malam tak membuat tenaga dan semangatnya menurun dalam membantu proses sang ikhwan dan sang akhwat. Malam itu merupakan malam yang sakral, karena untuk pertama kalinya sang ikhwan akan bertemu dengan sang akhwat di rumah bang T. Walaupun rumah sang ikhwan dan sang akhwat berdekatan (hanya sekitar 10 menit naik motor) tapi mereka tidak pernah bertemu sebelumnya.

Sebenernya beberapa kali ada kesempatan mereka untuk bertemu, misalnya ketika menjadi panitia outbond training di sebuah sekolah, dimana sang akhwat menjadi salah satu panitia nya dan sang ikhwan yang awalnya ingin ikut, tapi tidak bisa karena ada pekerjaan kantor yang tidak bisa ditinggalkan. Pada kesempatan lain, beberapa kali sang ikhwan bertanya tentang lembaga quran yang deket di sekitar rumahnya di group whatsapp wilayah rumah, tetapi anggota group malah menyarankan lembaga quran tempat lain yang jaraknya jauh, padahal sang akhwat memiliki lembaga quran yang jaraknya sangat dekat. Kenapa tidak ada yang menyarankan kesana ? Wallahua’lam
Ya mungkin inilah cara Allah menjaga sang ikhwan dan akhwat untuk tidak saling bertemu



Jam sudah menunjukkan pukul 21.30, tapi bang T posisi masih macet di tol. Sambil menunggu bang T, sang ikhwan mencorat-coret di kertas beberapa pertanyaan yang sekiranya nanti bisa ditanyakan. Sang akhwat sudah menunggu dari sekitar ba’da isya di rumah bang T di temeni oleh kakak pertamanya (istri bang T).

Pukul 22.00 sang ikhwan memutuskan untuk berangkat dari rumah mengendarai motor va**o  ke rumah bang T. Ketika sudah sampai lokasi, ternyata bang T belum sampai rumah, akhirnya sang ikhwan memutuskan untuk ngobrol ngalor ngidul dengan security komplek sambil mengurangi rasa tegang yang saat itu ia dera. 

Selang beberapa menit kemudian, muncul whatsapp dari bang T untuk segera masuk ke rumah. Akhirnya pukul 22.45 sang ikhwan sudah tiba di rumah bang T. Dengan perasaan yang campur aduk, sang ikhwan memberanikan langkah demi langkah hingga ia duduk di ruang tamu yang sudah disediakan.

Di teras tampak ada sebuah motor terparkir yang sepertinya bukan punya bang T, tapi aneh nya tidak ada siapa-siapa di ruang tamu rumahnya. Sambil menggendong anaknya yang masih bayi, bang T memberikan intermezzo kepada sang ikhwan agar tidak terlalu tegang untuk pertemuan malam ini. Setelah suasana tampak cukup cair, tiba-tiba muncul 2 orang akhwat dari arah kamar. Dialah sang akhwat dan juga kakak pertamanya (istri bang T).

Dalam waktu sekejap tiba-tiba jantung sang ikhwan berdetak lebih kencang, tegang, merinding, takut, dan semua perasaan menjadi satu pada malam itu. Bahkan sang ikhwan tampak tidak berani memandang wajah sang akhwat entah kenapa. Padahal ketika dikampus dulu, berinteraksi dengan akhwat di organisasi umum maupun kerohisan sudah menjadi hal yang sangat biasa, maklum karena ketika di kampus tempat sang ikhwan kuliah di fakultasnya itu terdiri dari sekitar 80% akhwat sisanya ikhwan, sehingga bisa dibayangkan ketika ada kegiatan apa-apa di kampus, sangat biasa melihat ada rapat hanya terdapat 1 ikhwan sisanya akhwat.

Seolah-olah Allah menjatuhkan ‘mental’ sang ikhwan, karna hanya memandang wajahnya saja pun ia tidak berani. Ia lebih banyak menunduk dibandingkan mendongakkan kepalanya. Isi interaksi pada malam itu lebih banyak kepada saling memperkenalkan diri dan saling mengajukan pertanyaan. Pada beberapa kesempatan sang ikhwan memberikan pertanyaan, sang akhwat tidak berani menjawabnya langsung, ia lebih ingin menyampaikan jawabannya lewat perantara kaka pertamanya. Ini juga yang membuat suasana tanya jawab tampak menjadi lebih larut malam. Hingga akhirnya jam menunjukkan hampir jam 24.00 malam yang mengakhiri sesi taaruf yang pertama antara sang ikhwan dan sang akhwat.

Apa yang terjadi setelah taaruf pertama ?


Mari kita lanjutkan ceritanya di sini Part 5. Urat malu ku putus di tukang bubur

0 komentar:

Posting Komentar